Menurunnya Sumber Air, Kemarau Panjang, Efek Global Warming
Saat pemanasan global ini terjadi, tanaman akan bereaksi menyerap CO2 kerena banyaknya karbondioksida di udara merupakan materi mentah bagi tumbuhan untuk melakukan proses fotosintesis dan akan menjadi seimbang dengan gas yang dilepaskan saat materi dari tumbuhan yang mati mulai membusuk. Efek dari perubahan iklim yang cepat bisa berdampak buruk atau baik tergantung pada jenis tumbuhan itu sendiri. Biasanya tumbuhan merspon perubahan temperatur secara lebih lambat daripada hewan dengan beberapa cara. Menurut Michael Allaby, tumbuhan akan mengkoloni tempat baru dan akan mati di tempatnya yang lama, atau mereka akan melakukan migrasi ke tempat yang iklimnya lebih sesuai untuk pertumbuhannya. Biasanya migrasi ini dilakukan oleh angin, burung, atau hewan lain yang secara sengaja atau tidak sengaja membawa benih atau bijinya.
Pada jaman es, semua tumbuhan musnah saat lapisan es mulai meluas, tapi spesies tumbuhan di garis lintang lebih bawah akan bertahan hidup dan tumbuh kembali saat lapisan es mulai menghilang. Seperti jaman es terakhir yang merupakan akhir dari vegetasi tundra di selatan Inggris bergerak ke utara dan spesies baru berkembang biak jauh di selatan. Tumbuhan biasanya akan bermigrasi 1 km di dalam setahunnya. Jika temperatur semakin naik, maka kemungkinan banyak tumbuhan tidak dapat bermigrasi lebih cepat dan tidak bisa beradaptasi dengan perubahan iklim yang terjadi secara mendadak.
Tanaman pertanian sangat bergantung pada kemampuan manusia dalam mengolah tanah dan mengantisipasi perubahan iklim dan musim, sehingga tanaman dapat bermigrasi cepat seperti yang dinginkan para petani. Jika terjadi pemanasan global ini, wilayah di garis lintang yang lebih tinggi akan cocok untuk pertanian yang dulunya didominasi hutan yang berganti daun seperti di Rusia dan Kanada. Sebaliknya di garis lintang selatan akan menjadi lebih kering, meningkatkan padang pasir di Asia tengah seperti di Cina dan Amerika barat, Amerika selatan, dan Afrika. Lahan pertanian tropis semi kering di beberapa negara di afrika mungkin akan mengalami gagal panen karena mereka sangat menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang mempunyai kumpulan salju di musim dingin sebagai reservoir alami. Sayang saat pemanasan global terjadi, salju di gunung itu mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam, bahkan akan menipis atau hilang sama sekali seperti yang terjadi di Kilimanjaro.
Salah satu contohnya adalah saat ini gurun Sahara semakin meluas dan membuat pertanian di pinggir gurun Sahara mengalami gagal panen dan banyak yang mati kelaparan setiap tahunnya. Dulunya Sahara adalah wilayah yang cukup subur dan dijadikan lahan pertanian 8000 tahun yang lalu, tapi kemudian kondisi tanahnya berubah menjadi lebih kering dan mulai ditinggalkan manusia. Kondisi seperti ini menjadi rawan konflik seperti yang terjadi di Sudan dimana sering terjadi perang sipil yang dipicu oleh perebutan tanah karena terbatasnya lahan pertanian yang subur dan banyaknya populasi manusia. Perluasan gurun pasir Sahara di Sudan ini terjadi karena penggundulan hutan, pengolahan tanah yang tidak baik, dan penggunaan bahan bakar dari kayu bakar sebesar 76,5 dari persediaan energi di Sudan (pada tahun 1996).
Michal Allaby memprediksikan jika lapisan es mencair terlalu cepat dan melepaskan air tawar ke lautan, sehingga mengubah iklim menjadi lebih dingin. Jika itu yang terjadi, maka kita tidak dapat lagi menanam tanaman biji-bijian atau padi-padian dan pertanian akan menubah tanamannya dengan tanaman pangan dari akar. Jika iklim berubah menjadi lebih panas, maka para petani di Eropa tidak bisa lagi menanam gandum di utara secara luas karena tergantung curah hujan. Jagung bisa ditanam lebih jauh lagi di utara. Tidak jauh berbeda dengan di Eropa, contohnya di Selatan Kanada mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Ada kemungkinan dengan perubahan iklim yang sangat cepat ini, tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga, hama, dan penyakit yang lebih dahsyat.
Pengaruh pemanasan global di Indonesia sudah sangat kita rasakan saat ini. kita sudah tidak bisa meramalkan kapan musim hujan atau musim kemarau tiba. Semuanya bisa berubah begitu cepat dan tidak pasti lagi, akibatnya para petani di Indonesia sudah sangat sulit mengetahui kapan masa tanamnya. Yang menjadi masalah lagi jika persediaan air semakin menipis dan tidak bisa mengaliri irigasi karena iklim berubah menjadi lebih panas, tanah semakin mengering, dan air semakin cepat menguap, sudah pasti kita akan mengalami krisis pangan yang begitu genting dan kelaparan akan semakin meluas.
Dari studi yang sudah ada menunjukan produktivitas padi di China akan menurun 5-12 persen apabila suhu mengalami kenaikan 3,6 derajat Celsius. Kasus yang sama juga akan terjadi di Bangladesh. Produksi gandum di Bangladesh akan turun seperti tetangganya pada 2050 dibandingkan dengan produksi saat ini jika kenaikan suhu terjadi. Kemungkinan efek dari pemanasan global di dalam budidaya padi di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di China atau Bangladesh, atau mungkin jauh lebih buruk saat terjadi musim kemarau yang panjang dan musim hujan yang tidak kunjung datang.
Dadang Rusbiantoro
GLOBAL WARMING ONLINE| http://mcarmand.blogspot.com